Rabu, 17 April 2013

Sejengkal Tanah


Merancang sebuah rumah yang kecil, yang effisien bahan bangunan, yang murah cukup memakan banyak waktu. Dan sampai sekarang juga gak selesai selesai. Penyebab pertama kenapa tidak selesai adalah tidak segeranya dimulainya pembangunan.. Haha... Karena lahan masih terpakai. Yang kedua memang niat untuk memulai yang belum kuat karena pertimbangan ini itu yang tidak tentu.

Lahan yang rencana akan dibangun rumah oleh kami adalah lahan perkampungan yang cukup luas, namun sayangnya memanjang, luas nya 50 ru atau sekita 762 m persegi. Kalau dikota, ini sudah tanah yang sangat luas. Justru bingungnya, membuat rumah yang tepat dengan lahan memanjang untuk sekarang maupun masa depan.

Lahan ini cukup strategis, berada disamping perempatan. Di pojok sudut tanah terdapat Polindes yang tiap harinya makin bertambah ramai, berharap kelak, semoga nanti, Polindes diperluas dan memakai salah satu sudut tanah kami. Kemudian, berjarak 20 meter kearah timur terdapat Sekolah Dasar Islam, juga TK. Kemudian sekitar 50 meter kearah utara terdapat Sekolah Dasar, dimana aku dulu juga sekolah disitu. Yang paling penting kearah selatan sekitar 50 meter juga terdapat kuburan, ya! Kuburan umum kampungku, jadi nanti kalo dari kami ada yang mati gak perlu jauh-jauh dari rumah heehee. Tapi untungnya tanah kami ini tidak terkesan angker, cukup jauh dari kuburan dan berada diseberang barat dijalan yang berbeda.

Dari segi history tanah ini, tanah ini menarik, dimulai dari lebih dari 1 tahun lalu. Alhamdulillaah disaat kami cuma punya uang 70 juta tetapi kepingin punya lahan tambahan. Kami iseng-iseng mencari dan akhirnya mendapat tanah yang dimiliki oleh orang terkaya dikampung kami, untungnya beliau bapaknya temen dari istriku, juga beliau kenal dengan keluarga besarku, keluarga kampung, jadi hal itu mempengaruhi cara pembayaran namun tidak mempengaruhi harga pembelian hehe. Alhamdulillaah boleh dibeli 104 juta, tidak berubah dari harga penawaran huufft.... tapi dengan uang 70 juta bisa kami beli. Yup... sisa 34 juta kami cicil setahun tanpa bunga.

Nah tanah itu sekarang dikelola oleh orang disebelah tanah, tetangga, sebut saja pak S, buruh tani, yang berkeluarga sederhana. Tapi sayangnya pak S ini tidak pernah minta ijin ketika tanah sudah berpindah tangan ke kami, beliau tetap mengolah tanah, beliau juga tidak pernah bersua sekalipun menemui kami sebagai pemilik tanah. Namun untungnya istrinya masih beritikad baik selalu membagi hasil kebun dari tanah tersebut. Alhamdulillaah kadang dapet kacang, dapet terong, dapet ketela.

Satu waktu kami berkunjung ke kebun bersama istri dan anak, disana kebetulan ada pak S. Ketika mengetahui kami ada di situ beliau tidak berinisiatif menemui kami. Ohh... Mungkin beliau nggak melihat, beliau sudah berumur, akhirnya aku datang masuk ke rerimbunan kebun dan berkenalan. Dan kesan pertama ketika ngobrol dengan beliau kurang menyenangkan, tetap acuh kepada kami dan berkomentar yang bernada negatif mengenai batas tanah, padahal tanpa saya tanya beliau sudah berkomentar "saya tidak tahu lho mas.. Batas batas tanah ini". By the way seharusnya gak perlulah ngomong gitu kalau beliau nggak tahu, tapi sebagai pengolah tanah yang sudah setahun lebih di tanah itu seharusnya tahu. Karena samping kiri kanan tanah tersebut adalah tetangga beliau, bahkan ada hubungan saudara dengan beliau, yang pastinya sesekali pernah berbasa basi dengan tetangganya mengenai batas tanah tersebut. Yang kedua, ketika saya menyampaikan rencana saya mengenai pembangunan rumah beberapa bulan kedepan, sekitar dua bulan lagi, beliau langsung mengatakan "ya boleh saja... Tapi ya mohon diganti (dengan uang) untuk tanaman yang sudah terlanjur saya tanam (pepaya sekita 50 buah yang sudah mulai berbuah)". Dan banyak percakapan yang kurang menyenangkan mengenai permintaannya untuk penggantian tanaman... Yaahh... Padahal beliau nggak pernah minta ijin mengolah tanah, juga nggak ada sewa... Justru seharusnya kami yang seharusnya mendapat uang sewa. Bahkan setelah membeli tanah tersebut, setahun yang lalu, dari kami sudah menyampaikan kekeluarga mereka (saat itu yang kami temui istrinya) bahwa sewaktu waktu kami akan membangun rumah ditanah tersebut, mohon untuk menyeseuaikan.

Setelah bertemu dengan pak S, saya cukup kepikiran dan memakan pikiran. Istri saya bilang nggak usah di ambil hati nggak penting beliau, secara hukum gak ada hak apaun dimiliki pak S atas tanah tersebut. Berselang tiga bulan setelah bertemu pak S, ketika saya pulang dari kalimantan, ketika liburan, kami mendapat berita bahwa pak S meninggal dunia karena jatuh dari pohon ketika mengambil rambanan (dedaunan untuk ternak). Innalillaahiwainnalillaahi rajiuun dan subhanallooh. Kami memaafkan pak S dan semoga diampuni semua dosa juga amal amal nya diterima oleh Tuhan

2 komentar:

  1. Assalamualaikum kang yud...
    Ternyata pinter gitu lho nulis curhatannya.gimana ketagihan kan??
    Ikut bela sungkawa pak S.... Oh ya, kalo memang bener yg nanem pepaya pak S, trus gmn aturannya ya, masalah kalo itu ada hak dia, meskipun dia juga salah karena dah mengolah tanah yg bukan miliknya?
    Mohon pencerahannye ngge ustad..he..he...

    BalasHapus
  2. Alaikum salam mas Fauzi,
    Aku juga baru nyadar ternyata tanganku "bawel dan cerewet" kalo ngetik hahaha diawur ae... Thanks mas inspirasinya untuk nulis dan bikin blog.
    Hus ojok Ustad, adooh
    Untuk bagian pak S... Em....iya sih nanti ya jawabannya, dalam tulisan lain hehe...

    BalasHapus