Merancang
sebuah rumah yang kecil, yang effisien bahan bangunan, yang murah cukup memakan
banyak waktu. Dan sampai sekarang juga gak selesai selesai. Penyebab pertama
kenapa tidak selesai adalah tidak segeranya dimulainya pembangunan.. Haha...
Karena lahan masih terpakai. Yang kedua memang niat untuk memulai yang belum
kuat karena pertimbangan ini itu yang tidak tentu.
Lahan yang rencana akan dibangun rumah oleh
kami adalah lahan perkampungan yang cukup luas, namun sayangnya memanjang, luas
nya 50 ru atau sekita 762 m persegi. Kalau dikota, ini sudah tanah yang sangat
luas. Justru bingungnya, membuat rumah yang tepat dengan lahan memanjang untuk sekarang maupun masa
depan.
Lahan ini
cukup strategis, berada disamping perempatan. Di pojok sudut tanah terdapat
Polindes yang tiap harinya makin bertambah ramai, berharap kelak, semoga nanti, Polindes diperluas dan memakai salah satu sudut tanah kami. Kemudian, berjarak 20 meter
kearah timur terdapat Sekolah Dasar Islam, juga TK. Kemudian sekitar 50 meter
kearah utara terdapat Sekolah Dasar, dimana aku dulu juga sekolah disitu. Yang
paling penting kearah selatan sekitar 50 meter juga terdapat kuburan, ya! Kuburan umum kampungku, jadi
nanti kalo dari kami ada yang mati gak perlu jauh-jauh dari rumah heehee. Tapi
untungnya tanah kami ini tidak terkesan angker, cukup jauh dari kuburan dan berada diseberang barat dijalan yang berbeda.
Dari segi
history tanah ini, tanah ini menarik, dimulai dari lebih dari 1 tahun lalu. Alhamdulillaah disaat kami cuma punya uang 70 juta tetapi kepingin punya lahan tambahan. Kami iseng-iseng mencari dan akhirnya mendapat
tanah yang dimiliki oleh orang terkaya dikampung kami, untungnya beliau bapaknya temen
dari istriku, juga beliau kenal dengan keluarga besarku, keluarga kampung, jadi hal itu mempengaruhi cara pembayaran namun tidak mempengaruhi harga pembelian hehe. Alhamdulillaah
boleh dibeli 104 juta, tidak berubah dari harga penawaran huufft.... tapi dengan uang 70 juta bisa kami beli. Yup... sisa 34 juta kami cicil setahun tanpa bunga.
Nah tanah itu sekarang dikelola oleh orang disebelah tanah, tetangga, sebut saja pak S, buruh tani, yang berkeluarga sederhana. Tapi sayangnya pak S ini tidak pernah minta ijin ketika tanah sudah berpindah tangan ke kami, beliau tetap mengolah tanah, beliau juga tidak pernah bersua sekalipun menemui kami sebagai pemilik tanah. Namun untungnya istrinya masih beritikad baik selalu membagi hasil kebun dari tanah tersebut. Alhamdulillaah kadang dapet kacang, dapet terong, dapet ketela.
Nah tanah itu sekarang dikelola oleh orang disebelah tanah, tetangga, sebut saja pak S, buruh tani, yang berkeluarga sederhana. Tapi sayangnya pak S ini tidak pernah minta ijin ketika tanah sudah berpindah tangan ke kami, beliau tetap mengolah tanah, beliau juga tidak pernah bersua sekalipun menemui kami sebagai pemilik tanah. Namun untungnya istrinya masih beritikad baik selalu membagi hasil kebun dari tanah tersebut. Alhamdulillaah kadang dapet kacang, dapet terong, dapet ketela.
Satu waktu
kami berkunjung ke kebun bersama istri dan anak, disana kebetulan ada pak S.
Ketika mengetahui kami ada di situ beliau tidak berinisiatif menemui kami.
Ohh... Mungkin beliau nggak melihat, beliau sudah berumur, akhirnya aku datang masuk ke rerimbunan
kebun dan berkenalan. Dan kesan pertama ketika ngobrol dengan beliau kurang
menyenangkan, tetap acuh kepada kami dan berkomentar yang bernada negatif
mengenai batas tanah, padahal tanpa saya tanya beliau sudah berkomentar "saya tidak
tahu lho mas.. Batas batas tanah ini". By the way seharusnya gak perlulah ngomong
gitu kalau beliau nggak tahu, tapi sebagai pengolah tanah yang sudah setahun lebih di tanah itu seharusnya tahu. Karena samping kiri kanan tanah tersebut adalah
tetangga beliau, bahkan ada hubungan saudara dengan beliau, yang pastinya sesekali pernah berbasa basi dengan tetangganya mengenai
batas tanah tersebut. Yang kedua, ketika saya menyampaikan rencana saya
mengenai pembangunan rumah beberapa bulan kedepan, sekitar dua bulan lagi,
beliau langsung mengatakan "ya boleh saja... Tapi ya mohon diganti (dengan
uang) untuk tanaman yang sudah terlanjur saya tanam (pepaya sekita 50 buah yang
sudah mulai berbuah)". Dan banyak percakapan yang kurang menyenangkan
mengenai permintaannya untuk penggantian tanaman... Yaahh... Padahal beliau
nggak pernah minta ijin mengolah tanah, juga nggak ada sewa... Justru
seharusnya kami yang seharusnya mendapat uang sewa. Bahkan setelah membeli
tanah tersebut, setahun yang lalu, dari kami sudah menyampaikan kekeluarga mereka (saat itu yang
kami temui istrinya) bahwa sewaktu waktu kami akan membangun rumah ditanah
tersebut, mohon untuk menyeseuaikan.
Setelah
bertemu dengan pak S, saya cukup kepikiran dan memakan pikiran. Istri saya
bilang nggak usah di ambil hati nggak penting beliau, secara hukum gak ada hak apaun dimiliki pak S atas tanah tersebut. Berselang tiga
bulan setelah bertemu pak S, ketika saya pulang dari kalimantan, ketika liburan, kami mendapat
berita bahwa pak S meninggal dunia karena jatuh dari pohon ketika mengambil
rambanan (dedaunan untuk ternak). Innalillaahiwainnalillaahi rajiuun dan
subhanallooh. Kami memaafkan pak S dan semoga diampuni semua dosa juga amal
amal nya diterima oleh Tuhan
Assalamualaikum kang yud...
BalasHapusTernyata pinter gitu lho nulis curhatannya.gimana ketagihan kan??
Ikut bela sungkawa pak S.... Oh ya, kalo memang bener yg nanem pepaya pak S, trus gmn aturannya ya, masalah kalo itu ada hak dia, meskipun dia juga salah karena dah mengolah tanah yg bukan miliknya?
Mohon pencerahannye ngge ustad..he..he...
Alaikum salam mas Fauzi,
BalasHapusAku juga baru nyadar ternyata tanganku "bawel dan cerewet" kalo ngetik hahaha diawur ae... Thanks mas inspirasinya untuk nulis dan bikin blog.
Hus ojok Ustad, adooh
Untuk bagian pak S... Em....iya sih nanti ya jawabannya, dalam tulisan lain hehe...