Penerbangan
pertama, pesawat berangkat tepat jam 06.00 WIB dari Juanda. Tiba di Sukarno
Hatta jam 07.00 WIB. Kemudian transit cukup lama di Sukarno Hatta hingga jam
09.40 WIB. Selama perjalanan udara, baik Juanda-Sukarno Hatta maupun Sukarno
Hatta - Sultan Syarif Kasim (Riau), hampir 50% perjalanan saya habiskan untuk
memejamkan mata, dengan tujuan supaya perjalanan terasa lebih singkat.
Sedangkan 50% yang lain terjaga karena beberapa kali pesawat bergetar akibat
turbulensi.
Setelah
menempuh perjalanan selama 1,5 jam dari Sukarno Hatta, tepatnya sekitar jam
11.30 WIB, akhirnya pesawat mengumumkan akan segera mendarat di Bandara Sultan
Syarif Kasim - Riau. Terdengar sayap kanan dan kiri mengeluarkan sirip-sirip
tambahan. Kecepatan pesawat diturunkan. Tampak di bawah mulai terlihat jelas
perkebunan sawit yang luas membentang. Sungai yang berkelok-kelok kecoklatan
tampak membelah hijaunya perkebunan sawit. Pemandangan diluar jendela terlihat
cerah dan panas. Terlihat jelas beberapa bagian tanah yang berwarna putih
kecoklatan khas tanah Riau. Tampak silau dari atap-atap rumah dari seng
menambah kesan panas propinsi Riau.
Pesawat
sedikit bergoyang kekiri dan kekanan. Kakiku mulai tegang. Tanganku tidak sadar
memegang punggung kursi didepan saya. Kulirik tetangga sebelah, seorang lelaki
sebaya denganku, juga tegang demikian. Pesawat semakin dekat dengan landasan.
Dan... Semakin dekat. Dan... Terdengar turbine pada pesawat dimatikan. Suasana seketika senyam hening. Dan....
"Bles.....!!". Pesawat menyentuh landasan cukup keras namun mantap
tanpa ragu-ragu seperti atlet sky yang melompat mendarat di salju. Pesawat
masih berlari kencang dilandasan. Terdengar gemuruh yang keras dari sayap dan
roda yang mencoba untuk mengurangi laju lari pesawat. Dan jantung saya masih
berdebar-debar. Tak lama pesawat sudah bisa dikendalikan dan berjalan dengan
pelan. Alhamdulillaah... Saya masih hidup dan mendarat dengan selamat.
"Selamat datang di bandara Sultan Syarif Kasim- Pekanbaru-Riau, waktu
menunjukkan pukul 11.30 WIB, tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta dan
Pekanbaru" begitu kalimat yang diucapkan pramugari melalui pengeras suara
pesawat.
Sementara
pesawat masih berjalan menuju tempat parkirnya, saya sudah mulai tenang dan
menyempatkan untuk melihat keluar jendela. Suatu pemandangan yang baru, sebuah
bangunan yang modern didominasi warna abu-abu warna logam yang cukup megah,
Bandara Sultan Syarif Kasim sudah berubah, Bandara yang baru. Terlihat juga
masjid disebelah kirinya sangat cantik dan megah, bermotif bathik khas propinsi
Riau. Didepan Bandara baru, tampak sisa-sisa bangunan bandara yang lama yang
sudah diratakan dan sedang segera dijadikan tempat parkir pesawat.
Setelah
mengantri, dan berada di luar dari pesawat, kami disambut dengan silaunya
matahari dan udara hangat yang berhembus. Di luar kami harus mengantri untuk
menaiki shutle bus menuju ruang bandara. Karena bangunan bandara belum 100%
selesai, tepatnya pesawat harus parkir agak jauh dari fasilitas Garbarata, maka
penumpang tidak bisa langsung menuju ruang bandara melalui Garbarata. Setelah
sedikit berdesakan, akhirnya kami bisa menaiki shutle bus yang ke dua. Bus
melaju pelan menuju gedung bandara. Kemudian belok kiri untuk memutar karena
arah parkir penurunan penumpang hanya satu arah.
Setelah bus
berhenti, kami turun dan masuk memalui pintu masuk bandara. Dan
"Cesss..." udara dingin kembali memeluk kami. Ruang bandara yang
dingin tidak seperti bandara yang lama yang seingat saya tanpa AC. Kami terus
menyusuri ruangan dan langsung menuju pintu keluar bandara. Sedangkan sebagian
besar penumpang mengambil langkah belok kiri untuk mengambil barang-barang
bagasi mereka. Sedangkan kami, sudah otomatis tidak ada yang membawa banyak
barang bawaan. Cukup tas ransel yang kami panggul di punggung. Tas ransel
kira-kira berisi 2 stel pakaian kaos, celana dalam dan wear pack, 1 laptop dan
perlengkapan mandi.
Kami tiba di
pintu keluar bandara, dan langsung familiar dengan orang berseragam biru telur
asin yang sedang duduk tersenyum kepada kami. Bapak Agus juga namanya seperti
nama teman kami, beliau sudah cukup tua namun masih tampak sehat dan kuat. Pak
Agus langsung berdiri dan langsung menyambut kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar