Kamis, 01 Agustus 2013

Marhaban ya Ramadhan-Marhaban ya Duri (part 3 : New Sultan Syarif Kasim)



Penerbangan pertama, pesawat berangkat tepat jam 06.00 WIB dari Juanda. Tiba di Sukarno Hatta jam 07.00 WIB. Kemudian transit cukup lama di Sukarno Hatta hingga jam 09.40 WIB. Selama perjalanan udara, baik Juanda-Sukarno Hatta maupun Sukarno Hatta - Sultan Syarif Kasim (Riau), hampir 50% perjalanan saya habiskan untuk memejamkan mata, dengan tujuan supaya perjalanan terasa lebih singkat. Sedangkan 50% yang lain terjaga karena beberapa kali pesawat bergetar akibat turbulensi.

Setelah menempuh perjalanan selama 1,5 jam dari Sukarno Hatta, tepatnya sekitar jam 11.30 WIB, akhirnya pesawat mengumumkan akan segera mendarat di Bandara Sultan Syarif Kasim - Riau. Terdengar sayap kanan dan kiri mengeluarkan sirip-sirip tambahan. Kecepatan pesawat diturunkan. Tampak di bawah mulai terlihat jelas perkebunan sawit yang luas membentang. Sungai yang berkelok-kelok kecoklatan tampak membelah hijaunya perkebunan sawit. Pemandangan diluar jendela terlihat cerah dan panas. Terlihat jelas beberapa bagian tanah yang berwarna putih kecoklatan khas tanah Riau. Tampak silau dari atap-atap rumah dari seng menambah kesan panas propinsi Riau.

Pesawat sedikit bergoyang kekiri dan kekanan. Kakiku mulai tegang. Tanganku tidak sadar memegang punggung kursi didepan saya. Kulirik tetangga sebelah, seorang lelaki sebaya denganku, juga tegang demikian. Pesawat semakin dekat dengan landasan. Dan... Semakin dekat. Dan... Terdengar turbine pada pesawat dimatikan. Suasana seketika senyam hening. Dan.... "Bles.....!!". Pesawat menyentuh landasan cukup keras namun mantap tanpa ragu-ragu seperti atlet sky yang melompat mendarat di salju. Pesawat masih berlari kencang dilandasan. Terdengar gemuruh yang keras dari sayap dan roda yang mencoba untuk mengurangi laju lari pesawat. Dan jantung saya masih berdebar-debar. Tak lama pesawat sudah bisa dikendalikan dan berjalan dengan pelan. Alhamdulillaah... Saya masih hidup dan mendarat dengan selamat. "Selamat datang di bandara Sultan Syarif Kasim- Pekanbaru-Riau, waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB, tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta dan Pekanbaru" begitu kalimat yang diucapkan pramugari melalui pengeras suara pesawat.

Sementara pesawat masih berjalan menuju tempat parkirnya, saya sudah mulai tenang dan menyempatkan untuk melihat keluar jendela. Suatu pemandangan yang baru, sebuah bangunan yang modern didominasi warna abu-abu warna logam yang cukup megah, Bandara Sultan Syarif Kasim sudah berubah, Bandara yang baru. Terlihat juga masjid disebelah kirinya sangat cantik dan megah, bermotif bathik khas propinsi Riau. Didepan Bandara baru, tampak sisa-sisa bangunan bandara yang lama yang sudah diratakan dan sedang segera dijadikan tempat parkir pesawat.

Setelah mengantri, dan berada di luar dari pesawat, kami disambut dengan silaunya matahari dan udara hangat yang berhembus. Di luar kami harus mengantri untuk menaiki shutle bus menuju ruang bandara. Karena bangunan bandara belum 100% selesai, tepatnya pesawat harus parkir agak jauh dari fasilitas Garbarata, maka penumpang tidak bisa langsung menuju ruang bandara melalui Garbarata. Setelah sedikit berdesakan, akhirnya kami bisa menaiki shutle bus yang ke dua. Bus melaju pelan menuju gedung bandara. Kemudian belok kiri untuk memutar karena arah parkir penurunan penumpang hanya satu arah.

Setelah bus berhenti, kami turun dan masuk memalui pintu masuk bandara. Dan "Cesss..." udara dingin kembali memeluk kami. Ruang bandara yang dingin tidak seperti bandara yang lama yang seingat saya tanpa AC. Kami terus menyusuri ruangan dan langsung menuju pintu keluar bandara. Sedangkan sebagian besar penumpang mengambil langkah belok kiri untuk mengambil barang-barang bagasi mereka. Sedangkan kami, sudah otomatis tidak ada yang membawa banyak barang bawaan. Cukup tas ransel yang kami panggul di punggung. Tas ransel kira-kira berisi 2 stel pakaian kaos, celana dalam dan wear pack, 1 laptop dan perlengkapan mandi.

Kami tiba di pintu keluar bandara, dan langsung familiar dengan orang berseragam biru telur asin yang sedang duduk tersenyum kepada kami. Bapak Agus juga namanya seperti nama teman kami, beliau sudah cukup tua namun masih tampak sehat dan kuat. Pak Agus langsung berdiri dan langsung menyambut kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar