Persiapan ke
Jepang
Sebelum
keberangkatan kami (15 orang, 10 dari PJB dan 5 dari PJBS) disibukkan dengan
berbagai acara. Mulai dari sibuknya pembekalan mechanical serta bahasa Inggris.
Kemudian mempersiapkan paspor dan visa yang harus kita siapkan dari Nol. Serta
acara acara yang sifatnya formal seperti pengarahan-pengarahan dan motivasi
dari Big Bos-Big Bos. Dan yang paling membuat itu semua menjadi ribet (terutama
yang saya alami) karena saya masih terlibat dalam project tertentu sejak awal
dan tidak berada di kantor pusat. Pada saat itu saya masih terlibat dalam
proyek Simple Inspection PLTU Unit 3 TJB yang saya terlibat cukup dalam karena
memang memulai dari awal.
Apasih
tujuan kami ke Jepang?. Tujuan kami ke Jepang yang pertama adalah penugasan
oleh perusahaan untuk mengikuti training yang juga termasuk ujian untuk menjadi
Technical Advisor untuk Perusahaan Mitsubishi dalam bidang keahlian Steam
Turbine. Tujuan perusahaan adalah menjadi pioneer dalam kerjasama internasional
yang akan membuat perusahaan kami semakin Go Internasional.
Untuk
menembus menjadi 1 peserta, kami harus melalui beberapa tahap ujian seleksi
dari perusahaan:
- Tes tulis kemampuan teknis dan bahasa inggris
- Kemampuan presentasi dalam bahasa inggris
- Wawancara dalam bentuk presentasi
Apa
kebutuhan yang diperlukan:
- Persiapan pengetahuan mengenai Mechanical khususnya Steam Turbine, ini sangat penting, karena basic saya adalah electrical
- Persiapan kemampuan berbahasa inggris
- Persiapan non teknis (SPPD, paspor, visa dan dokumen lain)
Hingga hari
akhir, Jumat 06 September 2013, kebutuhan yang sangat penting dari Nomor 3
belum juga selesai. Kami cukup galau karena kami masih perlu menukar uang yen
juga. Dan uang dari kantor mencair mendekati sore hari di hari terakhir. Dan
akhirnya kami mendapatkan yen dengan harga mahal 1 yen=120 rupiah.
Surabaya-Jakarta
Hari itu
adalah hari sabtu tanggal 07 September 2013.
Saya jam
06.00 dari Kediri sudah siap-siap berangkat. Namun beberapa hal membuat sedikit
tertunda, karena ketakutan saya akan harga pangan dan biaya hidup disana yang
terkenal mahal. Ibu membuatkan saya kering tempe sejak pagi buta dan jam 06.00
pagi belum selesai. Akhirnya batal yang saya bawa dengan tergesa bukan kering
tempe, namun tempe kering goreng. Saya juga segera meluncur ke pasar. Yah...
Berburu mie gelas, mie yang paling praktis karena cukup diseduh dengan air
panas. Dan gagal... yang saya peroleh adalah telur asin sebanyak 10 buah masih
panas dan susu instan. Agak grogi juga takut ketinggalan pesawat, saya masih
harus berpamitan dengan mertua. Saya diantar istri dan anak sedikit agak ngebut
dari biasanya. Alhamdulillaah semua selesai sebelum jam tujuh. Dan saya
berangkat dengan bus ke Surabaya sekitar jam 07.00.
Diperjalanan
saya masih berburu mie gelas, saya calling teman-teman yang ada di Surabaya.
Saya minta tolong mas Arif yang juga kebetulan lagi berburu mie Gelas. Singkat
cerita saya sampai di Bandara pukul 10.30 tepat. Sangat beruntung tidak
terlambat karena macet. Dan disana sudah menunggu teman kami Angga, Pak
Winanto, Pak Jupriyadi, Indra, Mas Nasruddin dan Hafids. Tak lupa juga hadir
satu-satunya wanita, Shifa yang akan mengantar kami sampai Jakarta. Sementara
teman saya yang saya titipi mie gelas, Mas Arif belum datang. Begitu juga teman
kami yang lain, Pak Suandiarto, Mas Anwar Hamidi, Pak Dwi belum juga datang.
Tepat jam
sebelas kami memutuskan untuk check in. Karena pesawat kami boarding jam 11.25.
Waktu itu kami menggunakan pesawat citilink. Ternyata prediksi kami tepat,
waktu untuk check in sudah mau habis dan teman-teman kami yang lain tidak bisa
melakukan check in. Dan dengan agak kacau karena harus berkomunikasi dengan
teman yang terlambat, akhirnya tiket mereka tetap tidak bisa tertolong. Dan
akhirnya singkat cerita kami hanya
terbang bertujuh. Sedang teman kami yang empat tiketnya hangus dan harus
mencari tiket di penerbangan berikutnya.
Menjadi
tidak ada yang istimewa dalam penerbangan Surabaya-Jakarta kali ini. Karena
teman kami empat tidak bisa ikut terbang karena keterlambatan mereka yang
menjadi bumerang bagi meraka dan juga kami. Citilink, maskapai yang tepat
waktu, kami sangat respect padanya. Kedepannya, tepat waktu adalah salah satu
point penting bagi kami bahwa terlambat akan merugikan diri sendiri dan orang
lain.
Jakarta
(Sukarno-Hatta)
Di Jakarta
kami bertemu dengan Maliza yang membantu kami sejak awal, serta di mensupport
kami membawakan barang-barang kami dari Terminal 1 Sukarno-Hatta menuju
Terminal 2 International Sukarno-Hatta. Kami menunggu penerbangan berikutnya ke
Tokyo Jepang jam 21.00. Teman-teman kami dari PJB Jakarta satu persatu juga
mulai datang Mas Wahyu, Mas Gancis, Mas Fajar. Selain itu temen-temen dari
Surabaya akhirnya mendapatkan penerbangan jam 15.00 yang akan bersamaan dengan
kedatangan Ibu May yang akan menemani kami hingga seminggu di Jepang.
Hingga
akhirnya menjelang Magrib jam 17.00 kami segera memutuskan check in, dan
menunggu didalam ruang tunggu yang lebih nyaman. Ini adalah penerbangan
internasional perdana saya. Kami menggunakan maskapai ANA (All Nippon Airways)
Kelas Ekonomi. Kesan pertama ketika check in di maskapai ini agak berbeda
dengan check in biasanya. Ada pembatas antrian yang lebih jelas dengan
menggunakan tali pembatas. Tidak seperti check in pada penerbangan lokal.
Antrian lebih tertib dan lebih berdedikasi. Dan hal ini ternyata menjadi salah
satu pembeda mencolok kelak setelah kami tiba di Jepang. Cara mengantri pada
check in sangat enak dan tertib.
Jadi dalam
satu area check in ada beberapa tempat/ pos/ loket check in (di beberapa
bandara seperti Narita untuk bagasi ada
loket-loket khusus antrean bagasi, sedangkan check in dilakukan secara
elektronik oleh penumpang di komputer-komputer yang tersedia). Kami mengantri
mengular berbelok belok mengikuti tali batas antrian. Antrian berhenti hingga
di ujung dua tali pembatas. 2 meter dari antrian berjajar loket-loket untuk
check in. Bila ada loket check in yang kosong maka pegawai di loket tersebut
akan menyapa pengantri dengan sopan dan menunduk khas Jepang. Dan satu
pengantri maju menuju loket yang kosong. Begitu seterusnya.
Agak lama
harus mengantri, namun lebih terasa tertibnya dan lancarnya. Akhirnya giliranku
untuk maju. Saya meletakkan barang bagasi di timbangan di samping loket. Saya
diminta menunjukkan paspor dan tiket. Saya di tanyai beberapa pertanyaan
mengenai bawaan bagasi, dia menunjukkan tabel barang-barang yang perlu
perhatian khusus maupun dilarang masuk dalam bagasi. Dan saya menyampaikan
tidak ada barang khusus maupun terlarang. Dan proses check in pun berjalan
lancar, Saya perlu membayar 150 ribu rupiah untuk tax airport khusus di
Sukarno-Hatta. Saya dikasih tiket dan Nomor bagasi (Lugage bahasa Inggrisnya).
Saya dalam
perjalanan ke Jepang tidak membawa banyak barang, dan itu memang yang terbaik
dan pas. Antara lain:
- Tas ransel besar:
- 1 Kaos ( berkerah)
- 2 Kaos untuk bekerja
- 2 Wear Pack untuk bekerja
- 2 Celana Dalam
- Sarung bisa untuk sajadah
- Peralatan mandi, sikat, odol, kanebo, shampo botol kecil
- Sepatu jalan-jalan semi formal
- 2 plastik Tempe Kering goreng
- 10 Telur Asin
- 2 kotak kecil susu dancow bubuk
- 5 saset kopi onstan
- Obat-obatan : mixagrip, antangin, enervon C, Propolis
- Kunci gembok kecil untuk ransel
- Sepasang Kaos Kaki
- Tas Ransel dibawa ke kabin
- Laptop (saya bawa Netbook) dan accessories
- Surat dokter, dan dokumen lain selain passport
- 220.000 Uang Yen,
- Dompet berisi rupiah, KTP dan ATM sementara diistirahatkan dalam ransel
- Alat tulis: Note kecil, bolpoint
- Badge perusahaan
- Beberapa tas kresek, tisue, isolasi lakban untuk proteksi tas ransel
- Hand Gift untuk orang jepang, saya bawa Sarung tiga buah
- Sisa ruang untuk snack dan botol minum
- Tas Pinggang
- Passport
- Tiket
- Beberapa lembar uang yen
- Handphone
- Charger
- Kunci Gembok Ransel
- Head set
- Melekat dibadan
- Kaos
- Hem
- Sepatu safety
- Jaket
- Kaos kaki
- Celana dalam
- Celana pendek
Bagasi saya
ditimbang hanya 12 kg (Ketika pulang hanya 15 kg). Berbeda dengan teman-teman
untuk barang bagasi saja rata-rata mendekati batas maksimum 20 kg. Mungkin
terlalu banyak pakaian yang mereka bawa. Bagi saya membawa barang yang
seminimal mungkin dan sesuai kebutuhan sudah cukup. Pakaian bisa bergantian
kita cuci. Pertimbangan lain membawa nemda sesedikit mungkin adalah nanti
ketika pulang masih punya space banyak untuk membawa oleh-oleh.
Membawa
bahan makanan yang awet cukup menghemat pengeluaran sarapan pagi dan makan
malam saya di Jepang. Setiap kali makan rata-rata 400 yen (50 ribu rupiah).
Untuk sarapan saya cukup membeli nasi instan yang hanya 128 yen (15 ribu
rupiah) berlauk tempe kering, segelas susu, dan pisang. Buah pisang paling
murah di Jepang, Empat buah pisang seharga 100 yen (12 ribu rupiah), bisa untuk
dua hari.
Namun
meskipun persiapan saya sudah matang, ada satu benda yang tertinggal lupa saya
bawa. Ikat pinggang. Tapi tidak menjadi masalah. Yang sedikit kedodoran bagi
saya hanya celana wear pack, dan saya akali dengan mengikat dua lubang sabuk
celana dengan tali. Beres deh.
Oke, Setelah
selesai check in, kami masuk keruang berikutnya. Keruang imigrasi, kami disana
mengantri. Passport kami distempel di halaman Visa. Dan selanjutnya kami bebas
masuk ruang International, didalamnya terdapat lounge, warung makan, toko
oleh-oleh, toilet, mushola dll. Disana kami sholat dan makan. Selanjutnya kami
masuk ruang tunggu, kami harus melewati scanner pemeriksaan sekali lagi. Sepatu
safety saya menjadi kesalahan. Saya harus lepas sepatu safety, jaket dan laptop
dikeluarkan dari ransel. Tapi overall lancar. Oiya jangan lupa botol air minum
yang berada di dalam ransel dan di scanner harus kosong untuk lolos dari sini
atau anda harus membuangnya atau meminumnya disitu juga seperti teman saya.
Namun ada teman yang lolos dengan memasukkan botol airnya kedalam saku
celananya sehingga lolos dari deteksi metal.
Begitulah
kami berada di ruang tunggu pukul sekitar 19.00. Dan kami masih bisa santai
menunggu penerbangan hingga pukul 21.00 dengan tenang.